top of page

01: CUT


"It is okay to cut people."


Saya pada akhirnya mengucapkan mantra itu kepada diri saya sendiri di awal tahun 2019 ini di Maroko. Sebagai seorang capricorn (yaelah, berlindung di balik astrologi lo, Ga!), rasanya tuh peduli banget sama yang namanya citra diri dan sangat gak enakan sama orang. Apakah demikian wahai jemaah capricorniah?


Sebenarnya, tidak sulit untuk menghempas seseorang dari hidup kita (baik itu di sosial media ataupun di dunia nyata), yang diperlukan hanyalah keberanian untuk tidak lagi mau tahu dengan urusan orang yang bersangkutan. Kalau dipikir-pikir, kenapa sih sebabnya?


Toxic people

Kecuali kalau kamu berteman dengan Britney Spears, rasanya kita perlu memikirkan ulang mengenai pertemanan atau hubungan kita dengan orang-orang yang tergolong toxic. Sebenarnya, apa sih kriterianya untuk bisa dikatakan sebagai a toxic person? Ada beberapa kriteria sebenarnya yang bisa kita amati. Misalnya, ada teman kita yang cenderung membuat kita merasa emotionally drained alias setiap kali ketemu dengan orang yang bersangkutan, kok kayaknya capek secara emosional dan nggak bahagia ya? Bukan perasaan bahagia yang didapatkan namun malah jadi cenderung malas untuk bertemu lagi? Selain itu, ada juga si tukang komplain! Apa-apa dikomplain dan seringkali, ia merasa orang yang paling malang sedunia dan hanya melihat sisi negatif saja dari suatu hal.


Tidak sulit sebenarnya untuk mengatakan "tidak" pada orang-orang yang tergolong toxic ini. Namun, kita nampaknya lebih merasa tidak enak atas silaturahmi yang selama ini telah terjalin. Mungkin orang yang bersangkutan adalah teman lama, temannya teman atau kita berada di lingkungan yang sama sehingga rasanya kok mustahil untuk bisa memutuskan hubungan.


Menjaga jarak?

Yang bisa kita lakukan sebenarnya adalah menjaga jarak, berteman dan bersosialisasi secukupnya kalau kita merasa bahwa memutuskan tali silaturahmi itu adalah terlalu berlebihan. Menjaga jarak pun perlu usaha lebih dan perasaan "bodo amat" yang ekstra.


Sebagai manusia dewasa, kita memiliki kendali penuh atas orang-orang yang memang sudah sepantasnya masuk ke dalam skala prioritas, mana yang hanya sekadar "cukup tahu" dan mana yang memang duduk di bangku cadangan. Menurut saya, ini bukan jahat tetapi ini adalah bagaimana cara kita menghabiskan waktu di dalam hidup kita. Apakah kita menghabiskan waktu dengan orang-orang yang sefrekuensi atau malah justru, kita membuang waktu dengan berada di pertemanan atau hubungan yang salah?


Kita memang harus hati-hati untuk melakukan kategorisasi apakah orang yang bersangkutan ini toxic atau justru, memang berbeda cara dan pola pikir sehingga tidak cocok saja secara tabiat ataupun karakter. Ini pun soal waktu. Ada yang sejak awal memang sudah tahu bahwa "aku dan kamu satu frekuensi", namun, ada juga yang butuh waktu lama untuk kemudian memahami bahwa hubungannya termasuk sebagai toxic relationship.


Evaluasi diri dan evaluasi pertemanan

Pada akhirnya, saya rasa kita perlu duduk diam dan memikirkan mengenai circle pertemanan yang kita miliki sekarang. Jaringan seperti apa yang diharapkan dan merefleksikan keinginan tersebut dengan orang-orang yang selama ini kita ajak ngobrol dan habiskan waktu bersama. Match atau tidak? Bikin emosi atau tidak?


Mengevaluasi pertemanan itu adalah hal yang penting. Mengapa demikian? Karakter seseorang itu bisa gampang dilihat dari orang-orang sekelilingnya dan orang-orang sekeliling itulah yang membentuk langkah dan pola pikir seorang individu. Jangan pernah takut untuk menurunkan derajat pertemanan karena memang, kita hidup bukan untuk bersahabat dengan semua orang dan bukan berarti, kita hidup untuk mencari musuh. Ingat, menurunkan derajat bukan berarti bermusuhan.


Ingat juga bahwa jangan sampai kita menjadi orang yang oportunis, hanya berteman dengan orang yang bisa memuaskan hasrat dan keinginan kita. Orang oportunis juga termasuk golongan toxic people. Mungkin sama dengan peribahasa, "Ada uang, abang disayang. Tak ada uang, abang ditendang."


Mengambil keputusan untuk memutuskan hubungan dengan seseorang itu memang tidak mudah, apalagi kalau punya sejarah berhubungan yang cukup lama. Mantan, misalnya. Pasti ada urusan sakit hati sampai tak tegaan. Namun, jikalau keputusan itu justru membuat hidup kita jauh lebih tenang dan terkuras secara emosional, so be it.


Selamat mengevaluasi pertemanan!

Lewi Aga Basoeki

Related Posts

See All
bottom of page