12: Romantisme Luang Prabang
- Lewi Aga Basoeki
- Dec 28, 2017
- 3 min read

Tidak banyak kota-kota di Asia Tenggara yang menghadirkan romantisme di kala pagi atau menjelang senja, Luang Prabang salah satu kota yang bisa membuat saya terbenam dalam keheningannya yang menyejukkan sambil bermain sepeda, kegiatan yang tidak bisa sembarangan dilakukan di Jakarta karena bisa-bisa saya diserempet oleh bus atau bersaing lapak dengan pedagang kaki lima.
Selamat datang di Luang Prabang!
Buat yang masih bingung Luang Prabang itu letaknya ada di mana, kota ini adalah kota kecil di Laos, sebuah negara yang "off the radar" dan bukan merupakan destinasi wisata yang umum di kawasan Asia Tenggara. Kita sepertinya lebih familiar dengan Angkor Wat di Kamboja atau Chiang Mai di Thailand. Dua kota terakhir sebenarnya karena akses untuk menuju ke Siam Reap (tempat di mana Angkor Wat berada) atau Chiang Mai jauh lebih mudah ketimbang ke Luang Prabang.

Begitu saya sampai di Bandar Udara Internasional Luang Prabang yang letaknya sekitar 15 menit dari pusat kota, saya langsung disambut dengan panas khas negara-negara Asia Tenggara. Saya mengambil pilihan "baginda" dan memotong waktu perjalanan dari Vientiane, ibukota Laos untuk sampai ke Luang Prabang dengan cara menaiki penerbangan domestik dari Lao Airlines. Pesawat ATR yang tergolong baru menjadi andalan utama untuk sampai ke kota ini dalam waktu kurang dari 1 jam. Ada cara lain untuk ke tempat ini yaitu dengan cara naik bus dari Vientiane atau menggunakan penerbangan internasional dari Kuala Lumpur atau Singapura. Maskapai seperti Silk Air atau AirAsia jadi andalan untuk para pengelana yang ingin singgah dua sampai tiga hari di Vientiane.
Kecil nan romantis
Perasaan jatuh cinta itu muncul saat taksi yang saya sewa sekali jalan dari bandara memasuki bagian utama Luang Prabang, yaitu daerah sekitar The Royal Palace. Kota ini kaya dengan kekayaan arsitektur karena bangunan arsitektur perpaduan antara arsitektur tradisional Laos dengan Perancis. Saya dibuat terpana dengan rumah-rumah panggung dan juga bangunan kolonial yang menghiasi jalan utama Luang Prabang dan tidak heran mengapa kota ini termasuk salah satu UNESCO World Heritage. Bagi pecinta arsitektur, kota ini adalah kota yang tepat dan bagi yang suka foto-foto, kota ini juga menyajikan tempat-tempat yang instagrammable dan membuat warna tersendiri buat feed di Instagram. HAHA.


Kota ini habis dieksplorasi dalam waktu satu hari dengan berjalan kaki atau bisa juga naik sepeda yang disewakan atau dipinjamkan oleh penginapan yang ada di sekitar Luang Prabang. Tidak ada kata "buru-buru" di tempat ini karena kota ini adalah kota yang sangat tepat untuk bersantai-santai selama dua atau tiga hari sebelum melanjutkan perjalanan ke tempat berikutnya atau justru kembali pulang.
Kegiatan terbaik yang saya lakukan adalah bersepeda keliling Luang Prabang dari ujung ke ujung untuk berkunjung ke kafe-kafe kecil yang menyediakan kopi dengan cita rasa terbaik dan juga mengunjungi biara-biara yang terletak di Luang Prabang. Iya, kota ini masih dihuni oleh para biksu dan ada beberapa biara yang usianya lebih dari ratusan tahun dan masih terpelihara dengan baik.

Jangan Lupa Bangun Pagi!
Ada kegiatan menarik yang bisa dilakukan di pagi hari, yaitu menyaksikan prosesi Tak Bat (morning alms) atau bahasa Indonesianya, sedekah pagi. Prosesi ini dilakukan oleh warga-warga Luang Prabang kepada para biksu yang menghuni biara di kala subuh, sekitar jam lima sampai jam enam pagi.
Buat yang susah untuk bangun pagi, cobalah sesekali untuk bangun pagi hanya untuk menyaksikan bagaimana kesederhanaan mengambil tempat di pagi hari dan gaya hidup sehari-hari para biksu. Warga lokal duduk dengan tenang di pinggir jalan, memberikan sedekah kepada para biksu berjubah oranye yang berjalan penuh syahdu di tengah heningnya pagi.

Saya dari kejauhan memandang peristiwa ini sebagai sesuatu yang menarik sekaligus reflektif. Merupakan hal yang penting untuk selalu berperilaku sopan ketika prosesi ini berlangsung, seperti tidak mengambil foto dengan menggunakan flash, menjaga suara, tidak berpose yang tidak sopan di pinggir jalan dan tetap mengamati dengan hening. Sedih rasanya ketika melihat beberapa turis menjadikan Tak Bat ini sebagai ajang untuk foto-foto tanpa tahu makna di balik prosesi ini.
Luang Prabang ini adalah tempat yang cocok untuk pengelana yang gampang jatuh cinta dengan kota-kota Indocina yang historis bak romantis. Kegiatan yang dilakukan memang tidak sebanyak kegiatan-kegiatan yang dilakukan di kota-kota lain di kawasan Asia Tenggara, namun menikmati kesederhanaan Luang Prabang dan menyeruput segelas kopi lokal di Saffron Coffee adalah kegiatan yang memperkaya pengalaman jalan-jalan di Asia Tenggara.
Selamat bersantai di Luang Prabang!