11: Ya Udahlah Ya
- Lewi Aga Basoeki
- Nov 17, 2017
- 2 min read

"Ya udahlah ya, yang penting gue udah kasih tahu, kalau masih 'nggak diturutin juga, ya bukan salah gue."
Kita rasanya sering mendengar kalimat demikian, terutama setelah mendengarkan curhat dari orang terdekat dan memberikan saran sampai mulut berbusa dan rasa haus tak tertahankan karena terlalu banyak bicara namun pada akhirnya, saran tersebut dimentahkan begitu saja. Orang yang bersangkutan malah mengambil keputusan yang berbeda dengan apa yang kita sarankan.
Kesal? Bukan lagi, Sis!
Percuma
Kita hidup di zaman penuh kebebasan (ya, meskipun tidak bebas-bebas banget), tetapi setiap orang tidak lagi dikekang oleh pendapat orang lain dan punya kebebasan di dalam menentukan pilihan dengan menggunakan logika atau perasaan. Sialnya, kita kebanyakan menggunakan perasaan dibandingkan logika sehingga ketika ujung-ujungnya tersiksa, kita malah menjadi hidup nelangsa. Di sisi lain, orang-orang yang memberikan nasihat pun dongkol karena sebuah buang-buang waktu untuk memberikan komentar namun dimentahkan begitu saja. Bagaikan menggarami lautan, itu kalau kata peribahasa di zaman sekolah dasar dulu (by the way, sekarang masih ada pada tahu 'nggak sih peribahasa seperti ini?)
Saya berpikir bahwa sebenarnya tidak adalah salahnya memberikan pendapat ketika diminta oleh orang terdekat. Misalnya, saat tahu bahwa sahabat kita kebingungan setengah mati tentang keputusannya menjadi orang ketiga di hubungan orang lain atau tidak, maka sebagai orang terdekatnya bukankah kita seharusnya mengingatkan? Bahwa menjadi orang ketiga itu tidak baik karena ia bukan roda bajay.
Lantas, saat sahabat yang pintar-pintar namun bodoh itu kemudian mengikuti "kata hatinya" dengan terus menyiksa diri dan menangis-nangis atas keputusan yang ia ambil, apa yang kita lakukan? Kalau saya sih biasanya berkata, "Kan udah dibilangin...", kemudian dikecam karena tidak punya empati.
Manusia itu luar biasa kompleks. Kita tahu mana yang benar dan mana yang akan mengakibatkan penderitaan, tetapi justru kita dengan manisnya melenggang untuk mengikuti hal-hal yang tidak benar dan mengakibatkan penderitaan. Ujung-ujungnya playing victim dan menyalahkan keadaan. Kita terlalu pengecut untuk menyalahkan diri sendiri. Bukankah demikian?
Ya Udahlah Ya
Berkali-kali menghadapi situasi seperti ini, yang saya bisa tawarkan kepada orang-orang terdekat saya hanyalah waktu ngopi dan mendengarkan seksama apa yang menjadi keluhannya. Saya tidak berusaha untuk memberikan pendapat kalau tidak diminta. Kalau pun pada akhirnya diminta untuk berpendapat, saya akan sangat legowo untuk menerima kenyataan bahwa pendapat saya tersebut akan dimentahkan kemudian.
Saya sudah menyelesaikan bagian saya sebagai seorang sahabat: mendengarkan dan memberitahukan risiko yang akan terjadi. Kalau ending-nya berbeda, saya hanya bisa berkata "Ya udahlah ya," dan memberikan senyum terhangat saya sebagai sahabat sambil geleng-geleng kepala. Kita harus jatuh dulu sehingga paham bagaimana rasa sakitnya. Namanya juga hidup, penuh dengan pelajaran dan kadang juga penyesalan.
Selamat hari Jumat! Lewi Aga Basoeki