top of page

10: Selingkuh itu Manusiawi?



Di suatu sore, saya mendengarkan teman saya bercerita panjang lebar tentang sebuah kisah, kisah perselingkuhan. Menarik? Sangat menarik. Saya mencoba mendengarkan seksama dan memahami alasan ataupun justifikasi, lebih banyak dari pihak yang berselingkuh tersebut. Saya kemudian penasaran dan berpikir lebih dalam tentang topik yang tidak ada habisnya untuk dibahas ini.


Di salah satu bagian ceritanya, ia berujar, "Memang wajar 'kan buat selingkuh? Itu manusiawi 'kan?" Saat itu, saya tidak bisa menjawab karena sibuk menata pendapat saya sendiri dan bagaimana saya memandang suatu perselingkuhan di dalam suatu hubungan.


Definisi Selingkuh

Saya atau mungkin beberapa dari kita, memiliki definisi yang cukup luas tentang apa itu perselingkuhan. Saya berpendapat bahwa selama pihak lainnya tahu bahwa saya sudah memiliki pacar dan tidak ada perasaan yang terlibat (bahasa gaulnya sekarang: 'nggak baper), maka tindakan tersebut bukanlah sebuah perselingkuhan. Does it make sense? Not really.


Ambil contoh misalnya, saya sudah memiliki pacar dan kemudian saya menonton berdua dengan orang lain, tetapi saya memberitahukan pacar saya bahwa saya akan menonton dengan orang ini. Apakah tindakan saya sebagai suatu tindakan perselingkuhan? Apabila saya tahu-tahu jalan-jalan berdua dengan orang lain dan bukan dengan pacar saya ke luar negeri, apakah tindakan tersebut bisa dianggap dengan suatu perselingkuhan? Menurut saya sih belum tentu.


Lebih ekstrim lagi, apabila saya kemudian berpengan tangan atau bahkan berciuman dengan orang lain, apakah tindakan tersebut termasuk di dalam kategori perselingkuhan? Banyak dari kita menjawab dengan bulat dan tegas, "IYA!" Lalu, apakah kemudian perselingkuhan hanya persoalan bercumbu atau mesra-mesraan dengan orang ketiga?


Bagaimana juga kasusnya dengan perselingkuhan perasaan? Pacaran tetap jalan terus tetapi pikiran sudah tak lagi ke pacar yang duduk di samping kita melainkan selalu mengarah ke orang ketiga. Apakah hal itu dapat dikategorikan perselingkuhan. Belum tentu.


Jadi, dimana batas sebenarnya?


Menurut saya, ketika kita sudah menomorduakan orang ketiga dan menggeser prioritas hubungan untuk orang ketiga, maka seketika itulah kita mulai selingkuh. Ada prioritas hubungan yang sudah bergeser dari yang sebelumnya nomor satu menjadi nomor dua. Pada waktu menggeser prioritas kemudian timbul pembenaran atas apa yang kita lakukan.


Salah satunya adalah bertema "substitusi"


Substitusi

Ketika SMA saya belajar tentang salah satu prinsip ekonomi yaitu tentang barang substitusi. Barang substitusi adalah barang yang bisa menggantikan satu sama lain, bisa identik ataupun tidak identik. Saat suatu barang sedang tidak ada, pelaku ekonomi kemudian cenderung untuk mencari barang lain yang bisa menggantikan yaitu barang substitusi untuk meraih tujuan yang sama.


Permasalahannya, manusia bukan barang dan perasaan bukannya seharusnya tidak bisa disubstitusi? Namun, kita sepertinya sangat familiar dengan persoalan-persoalan yang mendasari perselingkuhan misalnya, kesibukan, tidak sesuai secara intelektualitas, kurang kaya, tidak bisa membuat bahagia, dan sebagainya. Alasan-alasan ini adalah dasar dari kekosongan yang terjadi di dalam hubungan sehingga kita cenderung mencari pihak ketiga untuk menyelesaikan alasan atau ekspektasi yang tidak sesuai, yang ditemukan di dalam diri orang pertama yang disebut pacar atau pasangan. Iya gak?


Kita mencari pemenuhan ekspektasi bukan kepada pasangan kita tetapi dari pihak ketiga, menggeser prioritas dan seakan lupa dengan apa yang sudah kita alami bersama dengan pasangan, yang seharusnya menjadi prioritas utama. Kita cenderung memperlakukan perasaan dan orang lain sebagai barang, hanya untuk memenuhi ekspektasi dan egoisme pribadi.


Begitu saya bertanya kepada diri saya sendiri tentang pertanyaan, "Apakah selingkuh itu manusiawi?" Maka jawabannya adalah, "Iya, manusiawi." Namun, saat diperhadapkan pada pertanyaan lebih jauh tentang salah atau tidaknya, jawabannya pasti: selingkuh itu salah, tanpa perlu ada alasan pembenar ataupun dasar pemaaf.


Rasa-rasanya, saya harus belajar untuk menjadi Krisdayanti alias mencoba untuk setia.


Selamat menyambut hari Jumat!

Related Posts

See All
bottom of page