06: Emotional Baggage
- Lewi Aga Basoeki
- Jun 10, 2017
- 2 min read

Having "emotional baggage" means having experienced traumas, disappointments and other negative issues in the past. "Baggage" is figurative. It's like "heavy heart" and "a weight on one's shoulders" with a hint of additional awkwardness. - taken from Quora.
Semenjak pertengahan tahun kemarin, saya selalu berbenturan dengan istilah ini "emotional baggage", istilah yang sangat sulit diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Saya sangat tertarik untuk membahas isu ini ketika terlibat di dalam perbincangan-perbincangan dengan beberapa orang, tentang bagaimana beberapa orang berusaha untuk memarkir isu ini dan mencoba untuk melupakannya, tentang bagaimana beberapa orang mengalami pergumulan sedemikian rupa yang berdampak pada relasinya dengan banyak orang.
Setiap dari kita pasti punya emotional baggage, disadari atau tidak disadari. Persoalan ini tidak melulu berkaitan dengan urusan cinta-cintaan seperti perasaan masih sayang sama mantan, punya trust issue karena pernah diselingkuhi atau tragedi menjadi orang ketiga di dalam hubungan orang lain. Emotional baggage ini lebih dari sekadar urusan cinta-cintaan karena spektrumnya pun luas, bisa baggage yang berkaitan dengan keluarga, pertemanan atau karir.
Trauma di masa lalu di tempat kerja membuat kita menjadi lebih waspada di tempat kerja baru. Kekecewaan terhadap keluarga yang berkepanjangan membuat kita menunda untuk berkeluarga. Perasaan insecure karena hinaan akan bentuk tubuh, membuat kita menjadi sedemikian malasnya untuk bergaul. Hal-hal semacam ini yang membuat interaksi dengan orang lain menjadi terhambat.
Memiliki emotional baggage itu sebenarnya adalah isokey atau manusiawi. Setiap orang tidak pernah bebas dari masalah di masa lalu. Setiap orang pernah mengalami kekecewaan, sakit hati, putus asa, pengkhianatan atau peristiwa buruk yang membuat dada terasa sesak. Peristiwa-peristiwa semacam ini yang justru membuat kita menjadi manusia seutuhnya. Yang kita lakukan? Deal with it and do not hide yourself from it.
Berbicara soal emotional baggage maka erat kaitannya dengan bagaimana hubungan memiliki emotional baggage dan relasi dengan orang lain. Misalnya, memiliki trust issue dan dampaknya terhadap hubungan pacaran atau pendekatan yang sedang terjadi. Ini sebenarnya yang harus diselesaikan secara tuntas.
Namanya juga beban, pasti membuat hubungan antara kedua individu menjadi kontraproduktif. Tidak akan maju-maju. Persahabatan yang dimulai dengan rasa tidak percaya pasti tidak akan membuat hubungan itu menjadi lebih solid karena tidak ada rasa saling percaya. Hanya orang yang bersangkutan yang tahu bagaimana cara mengatasinya. Saya percaya bahwa tidak ada cara lain untuk membuat orang lain bisa berubah kalau orang tersebut dari dalam hatinya tidak ingin mengubah dirinya sendiri.
Di sisi lain, sebagai teman, sahabat, pacar, gebetan atau rekan sekerja yang berhadapan dengan orang yang mungkin emotional baggage-nya jauh lebih berat dibandingkan yang kita miliki, apa yang harus kita lakukan? Buat saya sederhana, belajar mendengarkan dan memahami. Susah memang, apalagi saat kita tidak punya cukup energi untuk mendengarkan curhatan, keluh kesah atau obrolan yang seratus persen isinya hal negatif.
Bagian yang terpenting mengenai persoalan emotional baggage ini adalah adalah bagaimana kita mengenali dan mengidentifikasi baggage-baggage apa saja yang kita miliki dan bagaimana cara berdamai atau menyelesaikan baggage-baggage ini. Saya tidak percaya kalau ada orang yang mengatakan bahwa "I don't have any emotional baggage." karena mungkin emotional baggage-nya belum teridentifikasi dan justru butuh orang lain untuk melakukan identifikasi terhadap emotional baggage-nya tersebut.
Selamat berakhir pekan!